Monday, April 8, 2013

SEJARAH PPPPTK TK-PLB BANDUNG



Dulunya SDLB Belanda

Berbicara mengenai sejarah lembaga, tentu haruslah ditilik dari awal mula berdirinya suatu lembaga. Mengapa PPPPTK TKPLB Bandung disebut sebagai PPPPTK tertua di antara 12 PPPPTK lainnya, ini dikarenakan awal mula berdirinya. Yakni tahun 1918. Seperti sudah kita ketahui, Belanda menjajah Indonesia selama 3,5 abad. Pemerintah kolonial Belanda mengenal istilah Politik Etis atau Politik Balas Budi, dimana pendidikan merupakan salah satu yang menjadi perhatian terhadap Negara jajahannya, yakni Indonesia. Gedung “mungil” ini pada awal pembangunannya, yakni pada tahun 1918, merupakan sebuah Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) Belanda. Memang tidak banyak informasi yang dapat diambil tentang hal ihwal pendirian SDLB zaman Belanda ini.

Namun, jika melihat dari sejarah perkembangan layanan pendidikan ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) di Indonesia, Bandung menjadi tempat pertama kali dibukanya suatu lembaga pendidikan untuk anak tunanetra pada tahun 1901. Dan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan Republik Indonesia No. F.503 tertanggal 2 Juli 1950, dapat diketahu bahwa memang betul jika pada tahun 1918, gedung yang beralamat di Jalan Dr. Cipto Nomor 9 Bandung adalah SDLB Belanda. Tak heran jika Pemerintah Kotamadya Bandung menjadikan lembaga ini sebagai bagian warisan cagar budaya kota Bandung.
Kapus Pertama Seorang Meneer Belanda

Masih “berbau” Belanda, sejatinya lembaga ini mulai berperan dalam peningkatan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan pada tahun 1950. Yakni dengan lahirnya Balai Kursus Tertulis Pendidikan Guru disingkat BKTPG pada tanggal 2 Juli 1950. Adalah seorang Meneer Belanda bernama M. Vastenhouw dipercaya menjadi Kepala Pusat (Kapus). Atas fakta sejarah ini maka tanggal 2 Juli merupakan hari yang “sakral” bagi lembaga. Ya, tanggal 2 Juli diperingati sebagai hari lahirnya lembaga, meski lembaga ini sendiri sudah ada sejak tahun 1918 (SDLB Belanda).

Pendirian BKTPG berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan Republik Indonesia No. F.503 tertanggal 2 Juli 1950 dengan diberi tugas menyediakan bahan pelajaran untuk kursus-kursus terltulis pendidikan guru. Bersama Meneer Vastenhouw yang memimpin dari tahun 1950 sampai dengan 1952, BKTPG telah melayani 99.467 orang peserta yang tersebar di seluruh Indonesia.
Pada tahun 1954, Balai Kursus Tertulis Pendidikan Guru diubah namanya menjadi Balai Pendidikan Guru yang lebih populer di zamannya dengan istilah BPG. Penggantian nama berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan RI No. 2156/Kab tertanggal 13 Januari 1954. Sebagai Kepala Pusat, kali ini adalah meneer Van Waandenberg yang mempimpin dari tahun 1952 sampai 1954. BPG diberikan tugas untuk menyelenggarakan kursus-kursus tertulis bagi para guru yang masih memiliki ijazah lebih rendah dan berminat untuk meningkatkan kompetensinya untuk mencapai ijazah SGB, SGA, PGSLTP B-I atau B-II.

Begitu pentingnya eksistensi lembaga BPG hingga wakil presiden RI kala itu, Dr. Mohamaad Hatta melakukan kunjungan kerja untuk menyaksikan lebih dekat persiapan kegiatan penataran guru tertulis, mengadakan wawancara dengan penulis bahan penataran, meninjau percetakan dan melihat perpustakaan yang memiliki koleksi buku-buku berbahasa Belanda yang cukup lengkap. Bahkan, Prof. Moch. Yamin selaku Menteri P dan K dan merangkap Rektor Perguruan Tinggi Pendidikan Guru Bandung kala itu adalah salah seorang anggota perpustakaan yang sangat aktif.

Sang proklamator, Bapak Mohammad Hatta mengapresiasi tinggi akan kegiatan penataran jarak jauh dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia melalui peningkatan kualifikasi persyaratan kompetensi para guru. Melalui sistem jarak jauh, kebermanfaatn penataran memang terasa bagi para guru, terutama di daerah terpencil. Penataran jarak jauh merupakan pilihan utama saat itu. Sedangkan penataran tatap muka tidak direkomendasikan, karena para guru akan meninggalkan kewajibannya sebagai guru sedangkan siswa sangat membutuhkan guru di kelas. Lewat sistem penataran jarak jauh, guru-guru tetap mampu mendapatkan ilmu tanpa meninggalkan tugas pokoknya sebagai guru.

Metamorfosis Lembaga

Perubahan nama tampaknya sangat akrab di lembaga ini. Seperti telah dijabarkan di atas, pada awal berdiri merupakan SDLB Belanda, kemudian berubah menjadi BKTPG pada tahun 1950. Lalu berubah menjadi Balai Pendidikan Guru (BPG) pada tahun 1954. Lalu pada tahun 1967, BPG diubah namanya menjadi Pusat Penelitian Kurikulum, Metodik dan Didaktik (PPKMD). Kedudukannya berada di bawah Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan dan Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah. Ini bedasarkan Keputusan Direktur Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah No. 18/1967 dengan tugas menyelenggarakan penelitian dalam bidang kurikulum dan metode mengajar. Pada masa ini, lembaga tidak lagi menangani kursus-kursus dan penataran tertulis. Perubahan tupoksi sedikit banyak membuat para karyawan “galau”. Ini membuat banyak tenaga-tenaga potensial, seperti penulis bahan penataran yang hijrah ke lembaga lain. Selama kurun waktu tiga tahun, eksistensi lembaga meredup.

Geliat lembaga kembali bangkit di tahun 1970 manakala PPKMD dikembalikan lagi tugas pokok dan fungsinya menjadi BPG seperti sebelumnya. BPG kali ini terintegerasi ke dalam lingkungan Direktorat Pendidikan Guru dan Tenaga Teknis yang berada di bawah payung Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah. Pengembalian nama kembali menjadi BPG ini berdasarkan keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 090/1970 dimana tugas pokok dan fungsi lembaga adalah bertugas menyelenggarakan kursus-kursus tertulis bagi guru SD, SMLTP dan SLTA. BPG pun kembali menata kembali infrastruktur serta SDM di dalam. Namun, tampaknya hal ini belum cukup untuk mengembalikan “kejayaan” lembaga selama hampir dua dekade. Meski tidak segemerlap periode sebelumnya, BPG tetap eksis. Pada tahun 1967, di samping menyelenggarakan kursus-kursus secara tertulis bagi guru SD, SLTP dan SLTA, BPG bertugas pula untuk menyelenggarakan Proyek Balai Pendidikan Guru Tertulis bagi guru SLTP dan SLTA.

Perubahan nama tidak berhenti. Di tahun 1977 BPG kembali berubah menjadi Balai Penataran Guru Nasional Tertulis (BPGNT). Perubahan nama ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0116/O/1977 dengan tugas menyelenggarakan penataran penyegaran bagi guru SLTP, dan SLTA melalui Proyek Balai Pendidikan Guru Tertulis selama tiga tahun mulai tahun anggaran 1976/1977, 1977/1978, dan 1978/1979.

Cukup 2 tahun saja nama BPGNT bertahan. Karena, pada tahun 1979 diubah menjadi Pusat Pengembangan Penataran Guru Tertulis disingkat PPPG Tertulis. Ini berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 0529/O/1990. Diembani tugas untuk menyelenggarakan penataran teknis pendidikan secara tertulis bagi guru di lingkungan Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah dan mengembangkan materi serta cara penyajian berbagai mata pelajaran sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada era PPPG Tertulis inilah lembaga kembali menancapkan kukunya di dunia pendidikan. Program-program penataran yang dikembangkan mencakup bagi guru TK, SD, SLTP, dan SMU.

Kalimat apalah arti sebuah nama sepertinya cukup mewakili apa yang terjadi pada lembaga ini. Bagaimana tidak, setelah bergonta-ganti nama hingga menjadi PPPG Tertulis, lembaga kembali diubah namanya menjadi Pusat Pengembangn dan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Taman Kanak-Kanak dan Pendidikan Luar Biasa. Cukup panjang, hingga disingkat saja menjadi PPPPTK TK PLB. Perubahan ini tentu saja berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional, Nomor 8 Tahun 2007. PPPPTK TK PLB diembani tugas pokok melaksanakan pengembangan dan pemberdayaan pendidik dan tenaga kependidikan sesuai bidangnya. Serta fungsinya sebagai penyusun program pengembangan dan pemberdayaan pendidik dan tenaga kependidikan; pengelolaan data dan informasi peningkatan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan; fasilitasi dan pelaksanaan peningkatan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan, evaluasi program dan fasilitasi peningkatan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan; dan pelaksanaan urusan.

Di era PPPPTK TK PLB inilah awal mula lembaga menekuni pendidikan TK dan tentunya  PLB. Ya, seakan mengingatkan kembali bagaimana awal mula lembaga terbentuk. Fakta sejarahnya bahwa awal mula gedung ini adalah SDLB zaman Belanda. Seakan kembali ke khitah nya, kini dengan tugas baru dan tentu semangat baru, PPPPTK TK PLB melancarkan berbagai program yang berkenaan bagi pendidik dan tenaga kependidikan Taman Kanak-Kanan dan Pendidikan Luar Biasa. Bukan perkara mudah untuk langsung terjun ke “alam” yang baru. Terutama, banyak tenaga SDM yang masih “mentah” soal TK. Apalagi bidang PLB. Namun, hal ini bukan penghalang. Berbagai program peningkatan kompetensi SDM internal terus digalakkan mulai dari Diklat, Workshop, Kursus, Seminar baik di dalam dan luar negeri dijejali secara merata, baik untuk tenaga fungsional maupun tenaga strutural. Kembali ke istilah apalah arti sebuah nama dengan kata lain tidak perduli apapun namanya, namun tetap berkomitmen 100 persen untuk memajukan kecerdasan bangsa, khususnya bagi pendidikan TK dan PLB.  

Tabel Nama Pimpinan Lembaga
Nama Pimpinan
1950-1952: M. Vastenhouw
1952-1954: Van Waandenberg
1954-1957: R. Moh. Soemardi
1957-1959:R. Tjetje Djajadisastra
1959-1960: R. Balnadi Sutadipura
1960-1965: R. Pandi Sutjahardja
1965-1967: R. Rifai, M.A.
1967-1970: Bahaudin M.Nur
1970-1977: Drs.H.Jusuf Djajadisastra
1977-1979: Drs.H.Jusuf Djajadisastra
1979-1986: Drs.H.Jusuf Djajadisastra
1986-1993: Drs.H.M. Hasanudin
1993-1997: Drs.H. Fauzan Tirtarukmana
1997-1999: Drs. H. Achmad R, M.Ed
1999-2002: Drs. H. Suwondo, MS, M.M., M.Si
2002-2006: H. Abdorrakhmad G, Ph.D
2006-2011: Dra. Hj. Teriska.R, M.Ed
2011-     : Drs. E. Nurzaman A.M., M.M.,M.Si 





1 comment: