Dulunya SDLB Belanda
Berbicara mengenai sejarah lembaga, tentu haruslah ditilik
dari awal mula berdirinya suatu lembaga. Mengapa PPPPTK TKPLB Bandung disebut
sebagai PPPPTK tertua di antara 12 PPPPTK lainnya, ini dikarenakan awal mula berdirinya.
Yakni tahun 1918. Seperti sudah kita ketahui, Belanda menjajah Indonesia selama
3,5 abad. Pemerintah kolonial Belanda mengenal istilah Politik Etis atau
Politik Balas Budi, dimana pendidikan merupakan salah satu yang menjadi
perhatian terhadap Negara jajahannya, yakni Indonesia. Gedung “mungil” ini pada
awal pembangunannya, yakni pada tahun 1918, merupakan sebuah Sekolah Dasar Luar
Biasa (SDLB) Belanda. Memang tidak banyak informasi yang dapat diambil tentang
hal ihwal pendirian SDLB zaman Belanda ini.
Namun, jika melihat dari sejarah perkembangan layanan
pendidikan ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) di Indonesia, Bandung menjadi tempat
pertama kali dibukanya suatu lembaga pendidikan untuk anak tunanetra pada tahun
1901. Dan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan Pengajaran dan
Kebudayaan Republik Indonesia No. F.503 tertanggal 2 Juli 1950, dapat diketahu
bahwa memang betul jika pada tahun 1918, gedung yang beralamat di Jalan Dr.
Cipto Nomor 9 Bandung adalah SDLB Belanda. Tak heran jika Pemerintah Kotamadya
Bandung menjadikan lembaga ini sebagai bagian warisan cagar budaya kota
Bandung.
Kapus Pertama Seorang Meneer Belanda
Masih “berbau” Belanda, sejatinya lembaga ini mulai berperan
dalam peningkatan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan pada tahun 1950. Yakni
dengan lahirnya Balai Kursus Tertulis
Pendidikan Guru disingkat BKTPG
pada tanggal 2 Juli 1950. Adalah seorang Meneer
Belanda bernama M. Vastenhouw
dipercaya menjadi Kepala Pusat (Kapus). Atas fakta sejarah ini maka tanggal 2
Juli merupakan hari yang “sakral” bagi lembaga. Ya, tanggal 2 Juli diperingati
sebagai hari lahirnya lembaga, meski lembaga ini sendiri sudah ada sejak tahun
1918 (SDLB Belanda).
Pendirian BKTPG berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan Republik Indonesia No. F.503 tertanggal 2
Juli 1950 dengan diberi tugas menyediakan bahan pelajaran untuk kursus-kursus
terltulis pendidikan guru. Bersama Meneer Vastenhouw yang memimpin dari tahun
1950 sampai dengan 1952, BKTPG telah melayani 99.467 orang peserta yang
tersebar di seluruh Indonesia.
Pada tahun 1954, Balai Kursus Tertulis Pendidikan Guru diubah
namanya menjadi Balai Pendidikan Guru
yang lebih populer di zamannya dengan istilah BPG. Penggantian nama berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan,
Pengajaran dan Kebudayaan RI No. 2156/Kab tertanggal 13 Januari 1954. Sebagai
Kepala Pusat, kali ini adalah meneer Van Waandenberg yang mempimpin dari
tahun 1952 sampai 1954. BPG diberikan tugas untuk menyelenggarakan
kursus-kursus tertulis bagi para guru yang masih memiliki ijazah lebih rendah
dan berminat untuk meningkatkan kompetensinya untuk mencapai ijazah SGB, SGA,
PGSLTP B-I atau B-II.
Begitu pentingnya eksistensi lembaga BPG hingga wakil
presiden RI kala itu, Dr. Mohamaad Hatta melakukan kunjungan kerja untuk
menyaksikan lebih dekat persiapan kegiatan penataran guru tertulis, mengadakan
wawancara dengan penulis bahan penataran, meninjau percetakan dan melihat
perpustakaan yang memiliki koleksi buku-buku berbahasa Belanda yang cukup
lengkap. Bahkan, Prof. Moch. Yamin selaku Menteri P dan K dan merangkap Rektor
Perguruan Tinggi Pendidikan Guru Bandung kala itu adalah salah seorang anggota
perpustakaan yang sangat aktif.
Sang proklamator, Bapak Mohammad Hatta mengapresiasi tinggi
akan kegiatan penataran jarak jauh dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan di
Indonesia melalui peningkatan kualifikasi persyaratan kompetensi para guru.
Melalui sistem jarak jauh, kebermanfaatn penataran memang terasa bagi para
guru, terutama di daerah terpencil. Penataran jarak jauh merupakan pilihan
utama saat itu. Sedangkan penataran tatap muka tidak direkomendasikan, karena
para guru akan meninggalkan kewajibannya sebagai guru sedangkan siswa sangat
membutuhkan guru di kelas. Lewat sistem penataran jarak jauh, guru-guru tetap
mampu mendapatkan ilmu tanpa meninggalkan tugas pokoknya sebagai guru.
Metamorfosis Lembaga
Perubahan nama tampaknya sangat akrab di lembaga ini. Seperti
telah dijabarkan di atas, pada awal berdiri merupakan SDLB Belanda, kemudian berubah menjadi BKTPG pada tahun 1950. Lalu berubah menjadi Balai Pendidikan Guru (BPG) pada tahun 1954. Lalu pada tahun 1967,
BPG diubah namanya menjadi Pusat
Penelitian Kurikulum, Metodik dan Didaktik (PPKMD). Kedudukannya berada di
bawah Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan dan
Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah. Ini bedasarkan Keputusan
Direktur Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah No. 18/1967 dengan tugas
menyelenggarakan penelitian dalam bidang kurikulum dan metode mengajar. Pada
masa ini, lembaga tidak lagi menangani kursus-kursus dan penataran tertulis.
Perubahan tupoksi sedikit banyak membuat para karyawan “galau”. Ini membuat
banyak tenaga-tenaga potensial, seperti penulis bahan penataran yang hijrah ke lembaga
lain. Selama kurun waktu tiga tahun, eksistensi lembaga meredup.
Geliat lembaga kembali bangkit di tahun 1970 manakala PPKMD
dikembalikan lagi tugas pokok dan fungsinya menjadi BPG seperti sebelumnya. BPG kali ini terintegerasi ke dalam
lingkungan Direktorat Pendidikan Guru dan Tenaga Teknis yang berada di bawah
payung Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah. Pengembalian nama
kembali menjadi BPG ini berdasarkan
keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 090/1970 dimana tugas pokok dan
fungsi lembaga adalah bertugas menyelenggarakan kursus-kursus tertulis bagi
guru SD, SMLTP dan SLTA. BPG pun kembali menata kembali infrastruktur serta SDM
di dalam. Namun, tampaknya hal ini belum cukup untuk mengembalikan “kejayaan”
lembaga selama hampir dua dekade. Meski tidak segemerlap periode sebelumnya,
BPG tetap eksis. Pada tahun 1967, di samping menyelenggarakan kursus-kursus
secara tertulis bagi guru SD, SLTP dan SLTA, BPG bertugas pula untuk
menyelenggarakan Proyek Balai Pendidikan Guru Tertulis bagi guru SLTP dan SLTA.
Perubahan nama tidak
berhenti. Di tahun 1977 BPG kembali berubah menjadi Balai Penataran Guru Nasional Tertulis (BPGNT). Perubahan nama
ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.
0116/O/1977 dengan tugas menyelenggarakan penataran penyegaran bagi guru SLTP,
dan SLTA melalui Proyek Balai Pendidikan Guru Tertulis selama tiga tahun mulai
tahun anggaran 1976/1977, 1977/1978, dan 1978/1979.
Cukup 2 tahun saja nama
BPGNT bertahan. Karena, pada tahun 1979 diubah menjadi Pusat Pengembangan Penataran Guru Tertulis disingkat PPPG Tertulis. Ini berdasarkan Keputusan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 0529/O/1990.
Diembani tugas untuk menyelenggarakan penataran teknis pendidikan secara
tertulis bagi guru di lingkungan Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan
Menengah dan mengembangkan materi serta cara penyajian berbagai mata pelajaran
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada era PPPG
Tertulis inilah lembaga kembali menancapkan kukunya di dunia pendidikan.
Program-program penataran yang dikembangkan mencakup bagi guru TK, SD, SLTP,
dan SMU.
Kalimat apalah arti sebuah nama
sepertinya cukup mewakili apa yang terjadi pada lembaga ini. Bagaimana tidak,
setelah bergonta-ganti nama hingga menjadi PPPG Tertulis, lembaga kembali
diubah namanya menjadi Pusat Pengembangn
dan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Taman Kanak-Kanak dan
Pendidikan Luar Biasa. Cukup panjang, hingga disingkat saja menjadi PPPPTK
TK PLB. Perubahan ini tentu saja berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan
Nasional, Nomor 8 Tahun 2007. PPPPTK TK PLB diembani tugas pokok melaksanakan
pengembangan dan pemberdayaan pendidik dan tenaga kependidikan sesuai
bidangnya. Serta fungsinya sebagai penyusun program pengembangan dan
pemberdayaan pendidik dan tenaga kependidikan; pengelolaan data dan informasi
peningkatan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan; fasilitasi dan pelaksanaan
peningkatan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan, evaluasi program dan
fasilitasi peningkatan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan; dan
pelaksanaan urusan.
Di era PPPPTK TK PLB inilah awal
mula lembaga menekuni pendidikan TK dan tentunya PLB. Ya, seakan mengingatkan kembali
bagaimana awal mula lembaga terbentuk. Fakta sejarahnya bahwa awal mula gedung
ini adalah SDLB zaman Belanda. Seakan kembali ke khitah nya, kini dengan tugas baru dan tentu semangat baru, PPPPTK
TK PLB melancarkan berbagai program yang berkenaan bagi pendidik dan tenaga
kependidikan Taman Kanak-Kanan dan Pendidikan Luar Biasa. Bukan perkara mudah
untuk langsung terjun ke “alam” yang baru. Terutama, banyak tenaga SDM yang
masih “mentah” soal TK. Apalagi bidang PLB. Namun, hal ini bukan penghalang. Berbagai
program peningkatan kompetensi SDM internal terus digalakkan mulai dari Diklat,
Workshop, Kursus, Seminar baik di dalam dan luar negeri dijejali secara merata,
baik untuk tenaga fungsional maupun tenaga strutural. Kembali ke istilah apalah
arti sebuah nama dengan kata lain tidak perduli apapun namanya, namun tetap
berkomitmen 100 persen untuk memajukan kecerdasan bangsa, khususnya bagi
pendidikan TK dan PLB.
Tabel Nama Pimpinan
Lembaga
Nama Pimpinan
|
1950-1952: M. Vastenhouw
1952-1954: Van Waandenberg
1954-1957: R. Moh. Soemardi
1957-1959:R. Tjetje
Djajadisastra
1959-1960: R. Balnadi Sutadipura
1960-1965: R. Pandi Sutjahardja
1965-1967: R. Rifai, M.A.
1967-1970: Bahaudin M.Nur
1970-1977: Drs.H.Jusuf
Djajadisastra
1977-1979: Drs.H.Jusuf
Djajadisastra
1979-1986: Drs.H.Jusuf
Djajadisastra
1986-1993: Drs.H.M. Hasanudin
1993-1997: Drs.H. Fauzan
Tirtarukmana
1997-1999: Drs. H. Achmad R,
M.Ed
1999-2002: Drs. H. Suwondo, MS,
M.M., M.Si
2002-2006: H. Abdorrakhmad G,
Ph.D
2006-2011: Dra. Hj. Teriska.R,
M.Ed
2011- : Drs. E. Nurzaman A.M., M.M.,M.Si
|
Terima kasih informasinya. Salam
ReplyDelete